Channel9.id – Jakarta. Indonesia Police Watch (IPW) menanggapi mutasi pertama yang dilakukan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dalam tubuh institusi Polri. IPW menilai, ada enam hal strategis yang menyangkut masa depan Polri dalam mutasi ini.
Ketua Presidium IPW Neta S Pane menyampaikan, pertama, susunan mutasi kali ini makin mengukuhkan kekuatan Geng Solo di tubuh Polri. Menurut Neta, orang-orang dekat Presiden Jokowi makin memperkuat dirinya di tubuh kepolisian.
“Setelah menjadi Kapolri, saat ini orang dekat keluarga Jokowi dipercaya memegang posisi Kabareskrim. Yakni Komjen Agus digeser dari Kabaharkam ke Kabareskrim. Bukan hanya itu, Irjen Nana yang pernah terdepak sebagai Kapolda Metro Jaya di era Kapolri Idham Azis, kini kembali mendapat posisi Kapolda Sulut. Ini agak aneh, sebab posisi Nana turun “derajat”, dari Kapolda Metro Jaya menjadi Kapolda Sulut,” kata Neta dalam rilis yang diterima, Jumat 18 Februari 2021.
Kedua, Neta menyampaikan, dalam mutasi ini, “orang orang BG” belum terlihat bergerak masuk ke dalam posisi strategis di era Listyo Sigit.
“Ketiga, begitu juga orang orang Idham Azis dan Tito, dalam mutasi Kamis ini masih bertahan di posisi semula. Belum bergeser ke posisi strategis atau terdepak dari posisinya,” ujar Listyo.
Keempat, Neta menyatakan, yang menarik dalam mutasi pertama Kapolri Listyo Sigit ini, posisi Sestama Lemhanas masih dibiarkan kosong. Neta menduga, Listyo Sigit masih mencari figur tepat yang akan digeser ke sana.
“Apakah Geng Solo akan masuk kesana kita tunggu,” ujarnya.
Kelima, ketua tim pembuat naskah uji kepatutan Kapolri Listyo Sigit di Komisi III yakni Irjen Wahyu Widada masih belum mendapat tempat. Dia belum bergeser dari posisinya sebagai Kapolda Aceh.
“Belum jelas, kenapa Wahyu belum mendapat tempat, sementara cukup banyak figur figur yang “tak berkeringat” dalam suksesi Kapolri Sigit, dalam mutasi ini sudah mendapat tempat strategis,” ujarnya.
Keenam, mutasi pertama Kapolri Listyo Sigit ini berhasil mereposisi Kabaintelkam, yan semula dipegang mantan ajudan presiden SBY, Komjen Rycko diserahkan kepada Kapolda Papua Irjen Paulus Waterpau dan baru kali ini putra Papua mendapat bintang tiga di Polri.
“Terjadinya kerumunan massa dalam kepulangan Habib Riziq maupun kasus penembakan laskar FPI di Tol Cikampek tak terlepas dari kelemahan deteksi dini dan antisipasi Baintelkam, sehingga reposisi di Baintelkam Polri menjadi sebuah kewajaran dilakukan,” ujarnya.
Menurut IPW, Kapolri Listyo Sigit kesulitan melakukan mutasi maksimal di tubuh Polri, terutama dalam mencapai konsep Presisi yg dicanangkannya saat uji kepatutan di DPR. Sebab gerbong mutasi yang bisa dilakukan Listyo Aigit hanya sebatas pada bintang dua ke bawah.
Sedangkan mutasi di posisi bintang tiga hanya ada dua tempat yang kosong, yakni Kabareskrim dan Sestama Lemhanas. Selebihnya, Posisi lainnya masih dijabat oleh jenderal bintang tiga yang masa dinasnya masih lama, yakni dua tahun lagi. Sehingga perputaran mutasi dari bintang dua ke posisi bintang tiga sangat terbatas dan cenderung stagnan hingga dua tahun ke depan.
“Kondisi ini tentu membuat Kapolri Listyo Sigit kesulitan dalam menggerakkan gerbong mutasi dengan maksimal dan dampaknya organisasi Polri akan stagnan hingga dua tahun ke depan, apalagi Sigit sendiri baru pensiun di tahun 2027. Bagaimana pun ini menjadi dilema dalam dinamika Polri ke depan,” ujarnya.
Sementara itu, tugas Kabareskrim baru, Komjen Agus, tidak kalah cukup berat karena masalah dalam dinamika masyarakat setahun setelah pandemi Covid-19 cukup berat. Kebangkrutan sosial, PHK, pengangguran menganga di depan mata yang otomatis akan memicu angka kriminalitas.
“Di sisi lain wabah narkoba sudah merebak kemana-mana, termasuk ke internal Polri. Tak kalah pelik, Polri masih punya utang kasus berat, di antaranya kasus penembakan laskar FPI di tol Cikampek dan pembakaran gereja serta pembunuhan sekeluarga di Sigi Sulteng. Kasus kasus ini harus segera diselesaikan agar tidak menjadi api dalam sekam bagi masyarakat,” pungkasnya.
HY