Channel9.id, Jakarta – Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menyampaikan keprihatinan mendalam terkait kondisi layanan Penyakit Jantung Bawaan (PJB) pada anak-anak di Indonesia. Melalui Unit Kerja Koordinasi (UKK) Kardiologi, IDAI menyoroti minimnya akses, keterbatasan sumber daya manusia, serta ketimpangan infrastruktur kesehatan yang berdampak pada penanganan kasus PJB secara nasional.
Ketua Pengurus Pusat IDAI, DR Dr. Piprim Basarah Yanuarso, SpA, Subsp. Kardio(K), menekankan perlunya kolaborasi lintas sektor guna memperbaiki sistem layanan jantung anak. Ia menyebut, saat ini Indonesia hanya memiliki 105 dokter subspesialis jantung anak aktif, tersebar di 18 provinsi, dengan distribusi yang belum merata.
“Sekitar 50 ribu bayi lahir dengan PJB setiap tahun, dan 12 ribu di antaranya masuk kategori kritis. Namun kapasitas layanan saat ini hanya mampu menangani sekitar 7.500 kasus per tahun,” ujar Piprim dalam keterangan resminya, Rabu (21/5).
Berdasarkan data IDAI, dari total 7.500 kasus yang tertangani, hanya 3.140 yang ditangani secara bedah (Surgical Intervention/SI), sementara 4.363 lainnya melalui tindakan non-bedah (Non-Surgical Intervention/NSI). Kesenjangan ini menjadi sorotan, mengingat banyak provinsi belum memiliki fasilitas bedah jantung anak, seperti PCICU, cath-lab, serta keterbatasan obat esensial seperti prostaglandin IV.
Ketua UKK Kardiologi IDAI, Dr. Rizky Ardiansyah, M.Ked, SpA, Subsp. Kardio(K), menjelaskan bahwa IDAI telah menjalankan berbagai inisiatif untuk mengatasi keterbatasan ini. Di antaranya adalah pelatihan skrining PJB untuk tenaga kesehatan primer melalui program INPOST, pelatihan ekokardiografi dasar (PNET), serta sistem Flying Doctor dan Proctorship untuk memperkuat kapasitas rumah sakit daerah.
“Kami berupaya memastikan para dokter spesialis anak di daerah memiliki kemampuan dasar untuk mendeteksi dan menangani PJB. Ini bagian dari komitmen IDAI untuk mendukung program prioritas nasional di bidang kesehatan,” ujarnya.
IDAI juga mendorong program pengampuan layanan PJB, perluasan pendidikan fellowship baik di dalam maupun luar negeri, serta mempercepat regenerasi SDM dengan menambah jumlah konsulen jantung anak. Saat ini, terdapat 28 calon konsulen yang masih dalam tahap pendidikan, sementara kebutuhan terus meningkat.
“Setiap anak Indonesia berhak atas layanan jantung yang bermutu, tanpa memandang domisili atau latar belakang ekonomi. Kami mengajak pemerintah, rumah sakit, organisasi profesi, dan masyarakat bergandengan tangan membangun layanan jantung anak yang merata dan berkualitas,” tegas Piprim.
IDAI turut mengimbau masyarakat untuk aktif melakukan deteksi dini PJB melalui layanan skrining di fasilitas kesehatan terdekat.